Page 13 - BUKU UKPFI
P. 13

jelas mengamanatkan pentingnya profesionalisme seorang wartawan.  Dalam kaitan inilah
                  diperlukan standar kompetensi wartawan dan bagaimana cara untuk menguji kompetensi

                  tersebut
                         Standar Kompetensi Wartawan akhirnya terwujud melalui Peraturan Dewan Pers

                  Nomor 1/Peraturan-DP/II/2010 tertanggal 2 Februari 2010. Tepat seminggu kemudian, 9
                  Februari  2010  dalam  acara  puncak  Hari  Pers  Nasional  (HPN)  di  Palembang,  Sumatera

                  Selatan, sebanyak 19  pimpinan kelompok perusahaan pers nasional meratifikasinya sebagai
                  bagian  tidak  terpisahkan  dari  peraturan  perusahaan  mereka,  selain  tegak  Kode  Etik

                  Jurnalistik (KEJ), Standar Perusahaan Pers, dan Standar Perlindungan Profesi Wartawan.

                         Dengan beragam perkembangan di dalam dunia media massa nasional, Dewan Pers
                  kemudian  menyempurnakan  Peraturan  Dewan  Pers  Nomor  1/Peraturan-DP/II/2010
                  dengan  menerbitkan  Peraturan  Dewan  Pers  Nomor  01/Peraturan-DP/X/2018  tentang

                  Standar Kompetensi Wartawan (revisi) tertanggal 8 Oktober 2018. Penyempurnaan dalam

                  rentang  delapan  tahun  ini  bertujuan  pula  mengaktualkan  standar kompetensi  wartawan
                  Indonesia  dalam  mengantisipasi  zaman.  Semuanya  untuk  kepentingan  wartawan,

                  perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan yang terpenting adalah publik.
                         Pewarta,  menurut  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  (KBBI)  adalah  orang  yang

                  mewartakan. Sementara pewarta foto adalah seseorang yang melakukan kegiatan jurnalistik
                  dengan  merekam  peristiwa  yang  diabadikan  dalam  bentuk  foto  dengan  menyertakan

                  keterangan      foto (caption) yang dipublikasikan media massa, baik surat kabar, majalah, jurnal,
                  televisi, maupun laman (website) ataupun portal berita.

                         Seperti  halnya  wartawan  pada  umumnya,  pewarta  foto  menghasilkan  karya
                  jurnalistik dengan medium foto atau bahasa visual. Foto jurnalistik merupakan produk atau

                  karya  visual  dari  jurnalisme  yang  memiliki  nilai  berita  atau  pesan  yang  penting  diketahui
                  khalayak  dan  disebarluaskan  melalui  media  massa  (Laba,  et.al,2013).  Foto  jurnalistik

                  memiliki sifat serupa selayaknya berita tulis, yakni memuat unsur apa        (what),  siapa
                  (who), di mana (where), kapan (when), dan mengapa (why), dengan kekuatan pada penyampaian

                  tentang  bagaimana  (how).  Publik  penikmat  berita  tidak  perlu  berandai-andai  tentang

                  bagaimana kejadian berlangsung karena hal tersebut jelas dalam foto, secara langsung foto
                  jurnalistik  menciptakan  persepsi  kejadian,  serta  foto  jurnalistik  mampu  menimbulkan

                  respon  emosional  lebih  cepat  daripada  tulisan  (Novia,  2012).  Lebih  lanjut,  Novia
                  menjelaskan  bahwa  pewarta  foto  merekam  berbagai  objek  atau  peristiwa  untuk

                  disampaikan kembali kepada khalayak ramai. Oleh karena itu, seorang pewarta foto perlu






                                                            12
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18